Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Siswa Kelas V SDN Jagir 5 Dengan Menggunakan Metode Role Playing

Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Siswa Kelas V SDN Jagir 5 Dengan Menggunakan Metode Role Playing



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Berbicara merupakan suatu aktivitas kehidupan manusia yang sangat penting karena dengan berbicara kita dapat berkomunikasi antar sesama manusia, menyatakan pendapat, menyampaikan maksud dan pesan, mengungkapkan perasaan dalam segala kondisi emosional dan lain sebagainya. Banyak didapati orang yang berbicara tetapi tidak semua orang ketika berbicara memiliki kemampuan yang baik di dalam menyampaikan isi pesannya kepada orang lain, sehingga dapat dimengerti sesuai dengan keinginannya. Dengan kata lain, semua orang memiliki keterampilan yang baik di dalam menyelaraskan antara apa yang ada dalam pikiran atau perasaannya dengan apa yang mendengarkannya dapat memiliki pemahaman yang sesuai dengan keingian si pembicara.
Pembelajaran bahasa Jawa khususnya di SD merupakan salah satu muatan lokal yang masih dalam taraf dasar, yang dipelajari secara berkala dari tingkat dasar sampai ke tingkatan yang lebih luas. Dalam hal ini tingkatan pembelajaran bahasa Jawa sesuai prosedur kurikulum yang ada di SD. Penelitian ini lebih mengkhususkan kelas V SD karena cenderung akan lebih mudah memahami pembelajaran bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko. Pembelajaran bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko bertujuan agar siswa memiliki keterampilan menggunakan bahasa Jawa dengan menempatkan secara baik dan benar dalam
berbagai situasi dan kondisi. 
Pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa di SDN Jagir 5 khususnya kelas V bertujuan agar siswa mampu menerapkan, mempraktikkan dan menerapkan bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko sesuai dengan penggunaannya. Pengkhususan kelas V ini siswa sudah menguasai bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko karena sudah memperoleh materi dari kelas-kelas sebelumnya. Jadi, hanya perlu mengulang bahasa Jawa ragam krama dan ragam
ngoko.
Siswa kelas V SDN Jagir 5 yang terdiri dari 8 siswa dengan rincian siswa laki-laki 5 siswa dan perempuan 3 siswa. Pemilihan tersebut berdasarkan  wawancara dengan ibu Suwarno, S. Pd. selaku guru kelas V SDN Jagir 5 pada hari Senin, 4 Pebruari 2009 diperoleh data bahwa siswa mempunyai masalah atau kendala dalam pelajaran bahasa Jawa, khususnya dalam hal berbicara siswa kurang aktif, apalagi dalam ragam krama dan ragam ngoko. Selain itu, siswa perlu latihan berbahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko agar dapat menerapkannya di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Kendala umum yang dialami siswa adalah malu, raguragu, dan sulit menyampaikan gagasan mereka. Dengan kata lain, mereka sulit mengubah apa yang ada dalam otak menjadi lambang bahasa.
Pembelajaran bahasa Jawa khususnya pembelajaran bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko pada kelas V SDN Jagir 5 dilaksanakan dengan cara ceramah dan dialog. Data ini diperoleh dari wawancara dengan guru kelas V. Materi bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko yang disampaikan dalam pembelajaran berasal dari buku “Sinau Bahasa Jawa”. Waktu yang tersedia untuk menyampaikan materi bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko sangat terbatas, karena disamping menyampaikan materi tersebut, juga harus menyampaikan materi menulis, membaca, sastra, dan materi lain. Materi bahasa Jawa yang akan diberikan berupa teks dialog bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko, dimana ragam krama digunakan anak muda kepada orang tua sedangkan ragam ngoko digunakan orang tua kepada anak muda.
Dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran, peningkatan keterampilan berbicara bahasa Jawa siswa perlu ditingkatkan. Alternatif peningkatan keterampilan berbicara bahasa Jawa siswa antara lain dengan menambah waktu dan materi pelajaran, meningkatkan kualitas guru, menggunakan metode pembelajaran yang tepat, meningkatkan peran serta siswa. Alternatif lain dengan menggunakan metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Penggunaan metode yang aktif dan efisien merupakan hal yang paling mungkin dilakukan karena tidak perlu menambah waktu dan materi. Penggunaan metode tersebut secara langsung meningkatkan peran serta siswa dalam pembelajaran.
Adapun teknik yang dilakukan guru untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jawa biasanya dilakukan secara langsung. Dalam belajar mengajar bahasa Jawa siswa sangat tergantung kepada guru, sehingga pengajaran bahasa Jawa di SD masih bersifat pasif tradisional. Padahal jika guru menghadirkan metode pengajaran kemungkinan akan mempunyai beberapa nilai yang dapat menunjang keberhasilan peningkatan keterampilan berbicara.
Faktor yang paling terkait dengan peningkatan keterampilan berbicara adalah faktor guru dan motivasi belajar siswa. Tidak dapat dipungkiri, guru memegang peranan penting dalam kesuksesan pembelajaran. Kunci keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi kurikulum ada di tangan guru. Guru sebagai perencana, pelaksana, dan pemegang kurikulum bagi kelasnya. Oleh sebab itu, semua yang diterapkan guru di dalam kelas akan berpengaruh pada motivasi belajar siswa yang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan proses pembelajaran.

Bahasa Jawa merupakan bahasa yang masih digunakan dalam komunikasi. Cara pengajaran bahasa sebagai sarana komunikasi yang efektif dan efisien, adalah dengan mempraktikkan. Salah satu cara pengajaran Bahasa yang mempunyai karakter mempraktikkan adalah pengajaran bahasa dengan metode role playing, karena dengan metode ini lebih mudah dalam penyampaian materi, memberikan kesempatan peserta didik untuk mempraktikkan bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko, memerankan dan menghayati tokoh yang ada dalam dialog dengan bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko, mengenal lebih dalam makna dan nilai-nilai yang tersimpan dalam dialog, serta penerapan keterampilan berbicara bahasa Jawa. Dengan demikian metode role playing meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jawa. Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Siswa Kelas V SDN Jagir 5 Dengan Menggunakan Metode Role Playing




B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan, permasalahan-permasalahan yang ada disekitar permasalahan di atas antara lain:
1.    Kurangnya praktek berbicara menggunakan ragam krama dan ragam ngoko di sekolah.
2.    Rendahnya kemampuan siswa dalam berbicara ragam krama dan ragam ngoko.
3.    Perlunya materi tentang bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko.
4.    Kurang bervariasinya penggunaan media yang digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko di sekolah.
5.    Perlunya keterampilan berbicara ragam krama dan ragam ngoko dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V di SDN Jagir 5, Sine, Ngawi.

C.  Pembatasan Masalah


Agar diperoleh hasil kerja yang maksimal, penelitian ini dibatasi pada peningkatan keterampilan berbicara bahasa Jawa dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V di SDN Jagir 5.




C.  Rumusan Masalah

Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara bahasa Jawa dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V di SDN Jagir 5?

D.  Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan bicara bahasa Jawa khususnya, meningkatkan keterampilan berbicara ragam krama dan ragam ngoko dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V di SDN Jagir 5.
E.   Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat secara praktis.
1.    Bagi siswa, siswa dapat mengembangkan keterampilan berbicara menggunakan metode role playing.
2.    Bagi sekolah, dengan meningkatkan ketrampilan berbicara siswa maka hal itu dapat meningkatkan mutu atau kualitas sekolah.

3.    Bagi guru, memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan tentang metode role playing khususnya peningkatan berbicara ragam krama dan ragam ngoko.




G. Batasan Pengertian Istilah
1.    Peningkatan dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu perubahan keadaan tertentu menjadi keadaan yang lebih baik.
2.    Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau katakata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan gagasan dan peasaan. Sebagai perluasan dari batasan ini dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dengan yang kelihatan (visible) yang memnfaatkan sejumlah otot dan jaringan tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombiasikan.
3.    Metode Role Playing (Bermain Peran) adalah metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan serta pengkreasian peristiwaperistiwa yang diimajinasikan dengan cara memerankan tokoh hidup atau mati.
4.    Ragam krama adalah variasi tinggi dalam bahasa Jawa dan dirasa lebih halus oleh masyarakat Jawa.

5.    Ragam ngoko adalah tingkat tutur yang mencerminkan rasa yang tidak berjarak antara si penutur dengan lawan bicara.




BAB II
KAJIAN TEORI


A. Deskripsi Teori
1. Berbicara
a. Hakikat Bericara
Mata pelajaran bahasa Jawa bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tertulis. Nurgiyantoro (1995 : 274) menyatakan “berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan”.
Berbicara merupakan suatu kegiatan berbahasa dengan mengucapkan katakata yang bertujuan untuk berkomunikasi. Keterampilan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor penunjang utama yaitu internal dan eksternal. Faktor Internal adalah segala sesuatu potensi yang ada didalam diri orang tersebut baik fisik maupun non fisik (psykhis). Faktor fisik adalah faktor yang menyangkut dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan dalam berbicara
misalnya, pita suara, lidah, gigi dan bibir, sedangkan faktor non fisik diantaranya adalah : kepribadian (kharisma), karakter, temparamen, bakat (talenta), cara berfikir dan tingkat intelegensia. Sedangkan faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan dan lingkungan pergaulan.
Berbicara merupakan komunikasi antar pesona yang paling unik, paling tua, dan sangat penting dalam kehidupan masyarakat (Sujanto, 1988 : 189).

Berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005 : 148). 




Berbicara adalah alat komunikasi antar manusia yang paling umum dan penting. Kunci komunikasi yang sukses adalah berbicara dengan baik, efisien, serta artikulasi yang efektif. Selanjutnya, berbicara dihubungkan dengan keberhasilan dalam hidup karena komunikasi memiliki posisi yang penting baik dalam individu maupun sosial. Sebagaimana pendapat A. H. Ulus (2008 : 876)
“speaking is the most common and important means of providing communication among human beings. The key to successful communication is speaking nicely, efficienly and articulately, as well as using effective voice projection, furthermore, speaking is linked to succes in life, as it occupies an important position both individually and socially” 

Menurut Tarigan (1981 : 15), berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulsi atau kata-kata yang mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sebagai perluasan dari batasan ini, dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan lebih jauh lagi.
Dalam penelitian ini, berbicara yang dimaksudkan ialah keterampilan peserta didik dalam mengungkapkan pikiran, gagasan dan perasaannya melalui diskusi dan drama. Diskusi dan drama ini merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara peserta didik, diperlukan model penilaian.
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001 : 291) bahwa model penilaian kemampuan berbicara peserta didik dapat saja disusun sendiri jika ada aspekaspek tertentu yang dianggap penting belum terungkap. Aspek-aspek yang dimaksud meliputi : (1) ketepatan struktur, (2) ketepatan kosakata, (3) kelancaran, (4) kualitas gagasan yang dikemukakan, (5) kemampuan / kekritisan menanggapi gagasan, dan (6) mempertahankan pendapat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, aspek-aspek yang belum terungkap dalam model penilaian kemampuan berbicara peserta didik melalui diskusi dan drama dikembangkan sendiri berdasarkan tujuan yang diharapkan dicapai dalam pembelajran.

Tampil dan bicara di depan umum menjadi momok sebagian anak. Jangankan dihadapan ratusan orang, di depan kelaspun terkadang tidak ada keberanian. Keberanian untuk tampil dan bicara di depan umum merupakan suatu keterampilan. Anak yang bisa berbicara dengan orang lainpun belum tentu terampil bicara di depan umum. Sementara itu, tidak semua anak mempunyai contoh orangtua yang aktif berbicara di depan forum. Akibatnya tidak banyak orangtua yang bisa mengajarkan keterampilan berbicara di muka umum.



b.    Tujuan Berbicara

Kegiatan apapun yang dilakukan manusia dalam kehidupan ini selalu mempunyai maksud dan tujuan, begitu juga dengan kegiatan berbicara. Tujuan utama kegiatan berbicara adalah untuk berkomunikasi. Tarigan (1981 : 15) menyatakan bahwa “agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif sebaiknya seseorang pembicara memahami segala sesuatu yang ingin disampaikan kepada pendengar dan mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan baik secara umum maupun perseorangan”.
Selain sebagai alat untuk berkomunikasi, menurut Tarigan (1997 : 37), tujuan pembicaraan biasanya dapat dibedakan atas lima golongan yakni: (a) menghibur, (b) menginformasikan, (c) menstimulasi, (d) meyakinkan dan (e) menggerakkan. Sementara itu Tarigan (1981 : 16) berpendapat bahwa sebagai alat sosial (social tool) ataupun sebagai perusahaan maupun profesional (bussines or professional tool), berbicara pada dasarnya mempunyai tiga maksud, yaitu: (a) memberitahukan, melaporkan ( to inform), (b) menjamu, menghibur (to entertain), dan (c) membujuk, mengajak, dan mendesak (to persuade). 

b.    Bentuk-bentuk Kegiatan Berbicara

Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif. Seseorang diharapkan mampu mengungkapkan gagasan, ide, pikiran dan perasaan secara lisan melalui kegiatan berbicara. Di dalam pembelajaran berbicara, siswa harus mendapatkan kegiatan yang dapat mengasah kemampuan berbicara. Menurut Nurgiyantoro (2001 : 278-291), ada beberapa bentuk kegiatan berbicara yang dapat dilatih untuk mengembangkan kegiatan berbicara yang dapat dilatih untuk mengembangkan keterampilan berbicara siswa. Bentuk-bentuk kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.
a.    Pembicaraan berdasarkan gambar.

Dalam kegiatan ini, siswa diberikan sejumlah gambar dan siswa diminta menjawab pertanyaan sesuai dengan gambar yang diberikan. Tujuan pragmatik yang lebih memberikan kebebasan siswa dan mengungkapkan kemampuan berbahasa adalah siswa diminta untuk bercerita berdasarkan gambar yang diberikan.
b.    Wawancara
Wawancara             biasanya          dilakukan        terhadap seorang (pelajar) yang kemampuan bahasanya cukup memadai sehingga memungkinkan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bahasa itu.
c.    Bercerita
Kegiatan bercerita merupakan kegiatan yang bersifat pragmatis. Untuk dapat bercerita, paling tidak ada dua hal yang harus dikuasai oleh siswa yaitu unsur linguistik dan unsur apa yang diceritakan.
d.    Pidato
Kegiatan berpidato hampir sama dengan kegiatan bercerita bila dilihat dari kebebasan siswa memilih bahasa untuk mengungkapkan gagasan. Tugas berpidato baik diajarkan disekolah untuk melatih siswa mengungkapkan gagasan dalam bahasa yang tepat dan cermat.
e.    Diskusi
Dalam kegiatan ini, siswa melatih untuk mengungkapkan gagasangagasan, menanggapi gagasan dari kawan secara kritis dan mempertahankan gagasan sendiri dengan argumentasi secara logis dan dapat dipertaggungjawabkan.




d. Faktor-faktor Penghambat dan Penunjang Kegiatan Berbicara
Kegiatan berbicara sering mengalami hambatan sehingga menyebabkan pesan yang ditangkap pendengar berbeda dengan maksud pembicara. Pada dasarnya gangguan itu bersumber pada tiga faktor. Ketiga faktor tersebut sebagai berikut:
a)   Faktor fisik yang bisa berasal dari para partisipan dan luar partisipan.
b)  Faktor media
Komunikasi ini dibatasi pada berbicara, sehingga media yang dimaksud adalah bahasa ragam lisan. Oleh karena itu, gangguan yang mungkin timbul dan mengacaukan komunikasi bersumber pada faktor linguistik dan faktor
nonlinguistik.
c)    Faktor psikologis
Pengiriman dan penerimaan pesan dapat dipengaruhi juga oleh kejiwaan para partisipan komunikasi, seperti: marah, sedih, takut, enggan, buruk sangka, terkejut, dan maksud kurang terpuji. (Sujanto, 1988 : 192). Berbagai faktor penyebab gangguan atau hambatan berbicara di atas, sedapat mungkin ditekan agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembicara. Maidar (1991 : 17-22) mengatakan ada beberapa faktor yang dapat menunjang keterampilan berbicara. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a.   Faktor kebahasaan, meliputi:
a)    Ketepatan ucapan,
b)   Penempatan takaran nada, sendi, dan durasi yang sesuai,
c)    Pilihan kata,
d)   Ketepatan penggunaan kalimat serta tata bahasanya,
e)    Ketepatan sasaran pembicaraan.
b.    Faktor nonkebahasaan, meliputi:
a)    Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku,
b)   Pandangan harus diarahkan pada lawan bicara,
c)    Kesediaan menghargai pendapat orang lain,
d)   Gerk-gerik dan mimik yang tepat,
e)    Kenyaringan suara,
f)    Kelancaran,
g)    Relevansi / penalaran,
h)   Penguasaan topik.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan berbicara terdiri dari dua faktor yaitu faktor kebahasaan (linguistik) dan nonkebahasaan (nonlinguistik).




2. Ragam Krama dan ragam Ngoko
Bahasa Jawa memiliki tingkatan tutur atau undha usuk basa. Tingkat tutur tersebut sangat dipengruhi oleh siapa yang berbicara. Menurut Haryana & Supriya (2001 : 19), undha usuk basa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Jawa saat ini meliputi bahasa Ngoko (ngoko lugu & ngoko alus) dan bahasa Krama (krama lugu
& krama alus). Jadi secara garis besar bahasa Jawa saat ini hanya terbagi dua yaitu Ngoko dan Krama.
Suwadji (1994 : 13-15) menyatakan bahwa:
Kanggo nggampngake, becike saiki bahasa Jawa dipilahake bae dadi rong werna yaiku ngoko lan krama. Sabanjure ngoko dipilahake dadi ngoko lugu lan ngoko alus, dene krama dipilahake dadi krama lugu lan krama alus.
Basa patang werna iku saiki dipersudi ing pamulangan, ing sekolahan, lan ing masyarakat.
Patokene :
a.    Ngoko lugu yaiku tembung-tembunge kabeh ngoko, semana uga aterater lan panambange.
b.    Ngoko alus yaiku tembung-tembunge ngoko karo krama inggil lan krama andhap, dene ater-ater lan panambange panggah ngoko.
c.    Krama lugu yaiku tembung-tembunge kabeh krama, semana uga aterater lan panambange.
d.    Krama alus yaiku tembung-tembunge krama karo krama inggil lan krama andhap, dene ater-ater lan panambange uga krama.

(Untuk memudahkan, sebaiknya sekarang bahasa Jawa digolongkan saja menjadi dua macam yaitu ngoko dan krama. Selanjutnya ngoko digolongkan menjadi ngoko lugu dan ngoko alus, sedangkan krama digolongkan menjadi krama lugu dan krama alus.
Bahasa empat jenis itu sekarang digunakan dalam pengajaran, disekolahan dan di masyarakat umum.
Pedomannya :
a)    Ngoko lugu yaitu kata-katanya semua ngoko, begitu juga awalan dan akhirannya.
b)   Ngoko alus yaitu kata-katanya ngoko dengan krama inggil dan krama andhap, sedangkan awalan dan akhirannya tetap ngoko.
c)    Krama lugu yaitu kata-katanya semua krama, begitu juga awalan dan akhirannya.
d)   Krama alus yaitu kata-katanya krama dengan krama inggil dengan krama andhap, sedangkan awalan dan akhirannya juga krama).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka jelas bahwa bahasa Jawa dibagi menjadi dua yaitu ngoko dan krama. Bahasa ngoko dibagi lagi menjadi dua yaitu ngoko lugu dan ngoko alus. Sedangkan krama dibagi dua yaitu krama lugu dan krama alus. Masing-masing memiliki pedoman yang sekaligus sebagai ciri pembeda antara satu dan lainnya. Agar dapat menguasai bahasa Jawa dengan baik maka penutur harus mengetahui syarat atau pedoman penggunaan masing-masing bahasa Jawa dengan benar. Seseorang yang menguasai bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko diharapkan memiliki keterampilan untuk menggunakannya baik secara lisan maupun tertulis.

Dalam penerapan bahasa Jawa tidak hanya dengan membaca dan menghafal namun harus mempraktikkan dengan memerankan tokoh di depan kelas. Dengan mempraktikkan di depan kelas siswa menjadi terbiasa menggunakan dan memahami penggunaan bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko sesuai dengan situasi dan konteksnya. Apabila sudah menjadi kebiasaan, bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko secara otomatis mengendap dalam perasaan dan menjadi pengetahuan. 




3. Pembelajaran Keterampilan Berbicara.
Rivers (1983 : 196-197) menyatakan bahwa pembelajaran berbicara lebih menuntut guru untuk bersifat fleksibel. Ini berarti bahwa guru haru mempunyai kemampuan menyusun banyak hal yang belum pernah dikerjakan. Sifat fleksibel yang dimiliki oleh guru mencakup empat hal, yaitu sifat fleksibel terhadap perilaku siswa dan perubahan kurikulum, kemudian, sifat fleksibel terhadap pendekatan dan metodologi yang dipergunakan, dan yang terakhir sifat fleksibel terhadap pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi siswa.
Pembelajaran adalah pemerolehan atau mendapatkan pengetahuan tentang keterampilan subjek atau yang dipelajari melalui belajar, pengalaman, dan instruksi “learning is acquiring or getting of knowledge of a subjector skill by study, experience, or intructtion” (Brown, 2000 : 7). Untuk menyelenggarakan pembelajaran berbicara yang baik, guru harus menguasai dan memberikan kegiatan yang dapat membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran berbicara seperti yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Guru harus dapat merancang kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan, situasi, dan kondisi siswa.
Dalam kegiatan pembelajaran berbicara, guru harus menggunakan teknikteknik yang sesuai kebutuhan siswa. Kegiatan tidak hanya memfokuskan pada unsur-unsur bahasa (ketepatan berbahasa) tetapi juga dari unsur-unsur makna, interaksi, dan kelancaran berbahasa. Kegiatan pembelajaran harus dapat memberikan teknik-teknik motivasi intrinsik, mendorong siswa menggunakan bahasa secara kontekstual, dan memberikan umpan balik dan pembetulan yang tepat. Selain itu, kegiatan pembelajaran harus menekankan hubungan yang alami antara keterampilan berbicara dan mendengarkan, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan komunikasi lisan, dan mendorong pengembangan strategi berbicara.
Dalam pemakaian ragam krama dan ragam ngoko dapat dikenal dengan adanya ragam krama dan ragam ngoko yang baku (standar) dan ragam krama dan ragam ngoko yang tak baku (substandar). 
Terampil berbicara ragam krama dan ragam ngoko merupakan salah satu tujuan kompetensi dasar dalam mata pelajaran Bahasa Jawa yang terdapat disekolah-sekolah. Sesuai dengan kompetensi dasar yang ada, sebagai seorang guru yang profesional, tentunya berkeinginan agar anak didiknya mahir dalam melakukan apa yang telah tertera didalam kompetensi dasar tersebut. Untuk itu seorang guru harus mampu memberikan pembelajaran kepada siswa agar siswa mampu menjadi pembicara yang baik dengan menggunakan suatu metode ynag menarik, mudah dipahami dan dapat menumbuhkan interaksi guru dan peserta didik yang sedemikian rupa sehingga mengembangkan didikan kekritisan, kekreatifan serta keresponsifan peserta didik dalam menghadapi pelajaran dan kehidupan.
Pembelajaran keterampilan berbicara melalui metode role playing untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa dilakukan selama tiga siklus. Siklus III merupakan perbaikan siklus II, dan siklus II merupakan perbaikan siklus I yang bertujuan untuk meningkatkan aspek-aspek yang masih rendah atau cukup untuk dimaksimalkan.

Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara baik sebelum maupun sesudah implementasi tindakan adalah adalah tes berbicara yang melaporkan. Perlakuan tersebut mencakup 6 aspek perskoran, yaitu : (1) ketepatan ucapan (pelafalan), (2) pilihan kata (diksi), (3) berbicara runtut, logis dan kreatif, (4) kelancaran, (5) kenyaringan, dan (6) sikap wajar, tenang dan tidak kaku.




4. Metode Role Playing (Bermain Peran)
Metode Role Playing adalah metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi    dan penghayatan serta pengkreasian peristiwa-peristiwa   yang diimajinasikan dengan cara memerankan tokoh hidup atau mati.
a.    Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Role Playing
Sanjaya (2009 : 159) menjabarkan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode role playing sebagai berikut.
1)   Persiapan
a)    Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai.
b)   Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan.
c)    Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang harus dimainkan pemeran, serta waktu yang disediakan.
d)   Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
2)   Pelaksanaan
a)    Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
b)   Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.

c)    Guru hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.




1)   Penutup
a) Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang disimulasikan. Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi. Merumuskan kesimpulan. 




a.    Kelebihan Metode Role Playing
Terdapat beberapa kelebihan pembelajaran dengan menggunakan metode role playing, diantaranya:
1)   Dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
2)   Dapat mengembangkan kreatifitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan perannya sesuai dengan topik yang disimulasikan.
3)   Dapat memupuk keberanian dan rasa percaya diri.
4)   Dapat memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematik.
5)   Dapat meningkatkan gairah siswa dalam pembelajaran (Sanjaya, 2009 : 158).

Metode role playing sebagaimana disampaikan Wina Sanjaya tentang langkah-langkah dan keunggulan metode role playing, jelas bahwa dengan metode ini menuntut pembelajaran yang aktif baik guru maupun siswa pembelajaran. Dengan demikian untuk mencapai tujuan pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Jawa yang efektif dan efisien, metode role playing perlu diterapkan. Dengan metode ini, siswa mempraktikkan percakapan dengan memerankan tokoh yang ada dalam dialog percakapan dalam keterampilan berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko. 




B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang  relevan adalah penelitian dari  Muhammad Zubair, tentang Peningkatan Kemampuan Tingkat Tutur Bahasa Jawa Krama Dengan Metode Sosiodrama Siswa kelas VIII SMP N 9 Yogyakarta tahun 2002 dan penelitian dari Aldila Putri Utami, tentang Peningkatan Keterampilan Berbicara berbahasa Jawa dengan Penerapan Metode Debat Aktif (Active Debate) pada Siswa Kelas X AP 2 SMK Muhammadiyah Tempel tahun 2011, dan dari Siti Isnaini Wulandari, tentang Peningkatan Keterampilan Berbicara melalui Model Group Investigation (GI) kelas VIII D SMP I Temon Kulon Progo tahun 2006, dari penelitian tersebut terjadi peningkatan yang signifikan pada seluruh aspek. Perbedaan penelitian diatas terletak pada penggunaan metode dan lokasi penelitian.
Penelitian yang akan saya lakukan menggunakan metode role playing dengan subjek penelitian siswa kelas V SDN Jagir 5, sedangkan penelitian diatas menggunakan  metode sosiodrama dengan subjek penelitian  siswa kelas V

C. Kerangka Pikir
Ragam krama merupakan sikap santun yang ada pada diri pembicara terhadap lawan bicara. Faktor yang menyebabkan perbedaan sikap santun tersebut berbeda-beda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Ragam krama digunakan anak muda kepada orang yang lebih tua. Ragam krama dibagi menjadi dua yaitu : krama lugu dan krama alus.
Ragam ngoko merupakan sikap sederhana yang ada pada diri pembicara terhadap lawan bicara. Biasanya sikap tersebut diterapkan terhadap orang-orang biasa. Ragam ngoko digunakan oleh orang tua kepada orang yang lebih muda. Ragam ngoko dibagi menjadi dua yaitu : ngoko lugu dan ngoko alus.
Pengajaran bahasa Jawa di SD bertujuan agar siswa terampil berbahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko dan memiliki kemahiran dalam berbicara ragam krama dan ragam ngoko. Siswa kelas V SDN Jagir 5 ini, dapat dikatakan mengalami krisis penguasaan bahasa Jawa. Maksudnya penguasaan bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko sangat kurang. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya latihan berbicara secara terus menerus. Seringkali guru menggunakan menggunakan bahasa Jawa dicampur dengan bahasa indonesia. Oleh karena itu keterampilan berbicara ragam krama dan ragam ngoko siswa masih kurang lancar sehingga perlu upaya peningkatan keterampilan berbicara bahasa Jawa.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan berpengaruh terhadap berhasil tidaknya suatu kegiatan belajar mengajar. Role playing merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam meningkatkan keterampilan berbicara karena mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: dapat memupuk keberanian dan rasa percaya diri, dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi misalnya dalam lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat, dapat mengambangkan kreatifitas siswa, dapat memperkaya pengetahuan sikap dan keterampilan, dapat meningkatkan gairah siswa dalam pembelajaran, dapat menerapkan bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko dengan baik yaitu ragam krama digunakan untuk berbicara kepada orang tua dan ragam ngoko digunakan untuk berbicara dengan anak muda.

Jadi pembelajaran peningkatan keterampilan berbicara ragam krama dengan menggunakan metode role playing dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa, khususnya ragam krama dan ragam ngoko dimana murid memerankan tokoh yang ada dalam dialog percakapan di depan kelas.




D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, hipotesis ini adalah pembelajaran keterampilan berbicara dilakukan menggunakan metode role playing dapat meningkatkan berbicara, khususnya ragam krama dan ragam ngoko siswa kelas V di SDN Jagir 5.



BAB III
METODE PENELITIAN

A.  Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Menurut Kemmis dan Mc. Taggart yang dikutip oleh Pardjono, dkk (2007 : 2) penelitian tindakan kelas adalah proses berfikir reflektif secara kolektif yang dilaksanakan oleh partisipan di dalam situasi sosial tertentu agar dapat meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari praktikpraktik sosial dan pendidikan dan dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap praktik dan situasi yang berlangsung. Seperti pendapat ahli yang menyatakan bahwa “classroom action research focuses the primary attention of teachers and students on observing and improving learning, rather than on observing and improving teaching” (Cross, 1996 : 2) yang artinya bahwa penelitian tindakan kelas terfokus pada guru dan siswa pada pengamatan belajar dan pengamatan pengajaran.
Tindakan nyata yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode role playing dengan memakai metode ceramah, diskusi dan demonstrasi dalam peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN Jagir 5. Dalam penelitian tindakan kelas ini ada empat komponen penelitian yang akan dilakukan, yaitu perencanaan, tindakan pengamatan, dan refleksi.

B.   Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru ke kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praksis pembelajaran (Arikunto, 2006 : 96). Tindakan yang diberikan berupa penerapan metode role playing bagi materi berbicara ragam krama dan ragam ngoko.

Penelitian mendeskripsikan keadaan partisipan penelitian sebelum proses penelitian tindakan kelas dilaksanakan. Pada tahap ini peneliti menemukan masalah yang harus dipecahkan untuk meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran berbicara bahasa Jawa. 




A.  Prosedur Penelitian
Konsep pokok penelitian tindakan kelas model Kemmis & Mc. Taggart terdiri dari empat komponen, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan dan observasi, dan refleksi. Langkah-langkah penelitian yang dilakukan, sebagai berikut:
1. Siklus I
a. Perencanaan
Pada perencanaan penelitian tindakan kelas ini, peneliti bersama kolaborator menetapkan cara yang tepat dalam meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jawa. Adapun perencanaan yang dilakukan sebelum tindakan adalah sebahai berikut.
1)   Peneliti bersama kolaborator mendiskusikan permasalahan dan solusi pemecahan masalahnya.
2)   Peneliti bersama kolaborator menentukan metode pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko, yaitu dengan metode role playing.
3)   Peneliti dan kolaborator menentukan materi pembelajaran dengan tema “Gawe seneng wong tuwa”.
4)   Peneliti       dan      kolaborator      menentukan     langkah-langkah          pelaksanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan seperti menyiapkan RPP.
5)   Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode role playing.
6)   Peneliti dan kolaborator menentukan waktu pembelajaran, yaitu 1 x pertemuan (3 x 35 menit atau tiga jam pelajaran) pada setiap siklus karena guru menambahkan jam pelajaran bahasa Jawa karena siswa dalam kelas lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dan kurang penggunaan bahasa Jawa.
7)   Peneliti menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar pengamatan, catatan lapangan, dan alat untuk pendokumentasian tindakan.

b. Tindakan dan Observasi
Guru memberikan penjelasan tentang ragam krama dan ragam ngoko, tes berbicara ini dapat dilakukan dengan berdialog menggunakan ragam krama dan ragam ngoko. Evaluasi hasil pembelajaran, menjelaskan tentang metode role playing.
Tahap-tahapan yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:
a)    Guru mengelompokkan siswa tiap kelompok terdiri dari 2 siswa.
b)   Guru menjelaskan tentang metode role playing untuk pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko.
c)    Guru meminta siswa latihan berbicara dan menunjuk siswa secara bergilir.
d)   Guru dan siswa berlatih materi praktik berbicara ragam krama dan ragam ngoko yang bertema “Gawe seneng wong tuwa” dengan teks dialog yang telah dibagikan pada pertemuan sebelumnya.
e)    Penerapan pengajaran berbicara bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko dengan metode role playing untuk mengetahui keterampilan berbicara siswa.
f)   Peneliti bersama kolaborator mengamati perilaku siswa, reaksi, metode, dan suasana pembelajaran, serta peran guru dalam menerapkan metode role playing.
g)    Guru mempersilahkan siswa untuk bertanya jika masih kurang paham.
h)   Guru memberikan PR kepada siswa di rumah untuk latihan berbicara ragam krama dan ragam ngoko menggunakan teks dialog yang telah dibagikan untuk berbicara pada pertemuan selanjutnya.
i)     Guru dan peneliti mendiskusikan hasil pembelajaran.
Observasi dilakukan selama pelaksanaan tindakan pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Jawa melalui metode role playing. Peneliti bersama kolaborator melakukan pengamatan terhadap tindakan yang dilakukan

pada siklus I. 




c. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti dan kolaborator, ditemukannya beberapa kelebihan dan kelemahan selama pengamatan. Adapun kelebihannya yaitu beberapa siswa mengalami peningkatan dalam aspek kenyaringan. Adapun kelemahannya yaitu masih banyak siswa yang kurang dalam aspek sikap wajar, tenang dan tidak kaku, hal ini dikarenakan siswa masih merasa grogi, malu atau takut jika maju ke depan kelas. Kendala lain yang muncul yaitu siswa masih lemah dalam kosakata masih kurang. Refleksi yang terjadi pada siklus I akan menjadi dasar refleksi untuk perbaikan perencanaan siklus II.

2. Siklus II
a. Perencanaan
Perencanaan penelitian tindakan kelas siklus II ini, peneliti dan kolaborator merencanakan kembali tindakan yang akan dilakukan pada siklus II yang bertujuan untuk meningkatkan aspek-aspek yang belum tercapai pada siklus I. Adapun rencana pelaksanaannya adalah sebagai berikut.
1)   Peneliti dan kolaborator mendiskusikan kelemahan-kelemahan siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
2)   Peneliti dan kolaborator menentukan materi pembelajaran dengan tema “Nyelengi”.
3)   Peneliti dan kolaborator menyusun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
4)   Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode role playing.
5)   Peneliti dan kolaborator menentukan waktu pembelajaran, yaitu 1 x pertemuan (3 x 35 menit atau tiga jam pelajaran) pada setiap siklus.
6)   Peneliti menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar pengamatan, catatan lapangan, dan alat untuk pendokumentasian tindakan.

b. Tindakan dan Observasi
Pelaksanaan tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan aspek-aspek yang masih kurang pada siklus I. Pelaksanaan tindakan dilakukan satu kali pertemuan. Prosedur pelaksanaan tindakan pada siklus II dilaksanakan secara bertahap. Tahap-tahapan yang dilakukan dalam penelitian siklus II adalah sebagai berikut:
a)    Guru membagi siswa berkelompok sesuai dengan kelompok pada siklus I.
b)   Guru menjelaskan kembali penerapan metode role playing untuk pembelajaran berbicara bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko.
c)    Guru meminta siswa latihan berbicara dengan menunjuk siswa secara bergilir.
d)   Guru dan siswa berlatih materi praktik berbicara ragam krama dan ragam ngoko yang bertema “Nyelengi” dengan teks dialog yang telah dibagikan pada pertemuan sebelumnya.
e)    Siswa maju ke depan kelas dengan pasangan dialognya.
f)    Guru dan peneliti memberi penilaian kepada siswa yang maju.
g)    Guru memberikan PR kepada siswa di rumah untuk latihan berbicara ragam krama dan ragam ngoko menggunakan teks dialog yang telah dibagikan untuk berbicara pada pertemuan selanjutnya.
h)   Guru dan peneliti mendiskusikan hasil pembelajaran.


Observasi dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan tersebut ditulis pada lembar pengamatan dan catatan lapangan. Ketentuan keberhasilan sama seperti siklus I, yaitu keberhasilan produk dan keberhasilan proses. 



c. Refleksi
Refleksi dilakukan berdasarkan data yang diperoleh. Tindakan siklus II ini masih terjadi kekurangan pada setiap aspek namun yang paling rendah adalah aspek sikap wajar, tenang dan tidak kaku, hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang malu untuk berbicara didepan kelas. Aspek pilihan kata (diksi) sudah cukup baik namun masih perlu peningkatan lagi. Untuk itu kekurangan yang terjadi pada siklus II akan diperbaiki pada siklus III sebagai pemantapan.
3. Siklus III
a. Perencanaan
Perencanaan penelitian tindakan kelas siklus III ini bertujuan untuk memaksimalkan keterampilan berbicara khususnya berbicara untuk melaporkan pada setiap aspek penilaian berbicara. Siklus III dilakukan dengan tahapantahapan seperti pada siklus I dan siklus II tetapi didahului dengan perencanaan ulang. Hal itu dilakukan brdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus I dan siklus II, sehingga kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus sebelumnya tidak terjadi pada siklus III. Adapun rencana pelaksanaan sebelum tindakan adalah sebagai berikut.
1)   Peneliti dan kolaborator mendiskusikan kelemahan-kelemahan pada setiap aspek yang belum mengalami peningkatan.
2)   Peneliti dan kolaborator menentukan materi pembelajaran berbicara bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko dengan tema “Ing Perpustakaan”, dengan menggunakan metode role playing.
3)   Peneliti dan kolaborator menyusun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
4)   Melaksanakan pembelajaran dengan metode role playing.
5)   Peneliti dan kolaborator menentukan waktu pembelajaran, yaitu 1 x pertemuan (3 x 35 menit atau tiga jam pelajaran) dalam satu siklus.
6)   Peneliti menyiapkan instrument penelitian berupa lembar pengamatan, catatan lapangan dan alat untuk pendokumentasian tindakan.

b. Tindakan dan Observasi
Pelaksanaan tindakan pada siklus III ini mengalami peningkatan dari siklus-siklus sebelumnya yaitu suasana kondisi yang terjadi berbeda. Mereka lebih bersemangat untuk mengikuti pelajaran, suasana tenang dan apabila mereka kurang paham mereka tidak malu untuk bertanya kepada guru dengan menggunakan bahasa Jawa. Tahapan-tahapannya sebagai berikut:
a)    Siswa masih berkelompok dengan pasangannya masing-masing seperti pada
siklus I dan siklus II.
b)   Guru menjelaskan kembali penerapan metode role playing untuk pembelajaran berbicara bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko.
c)    Guru meminta siswa latihan berbicara dengan menunjuk siswa secara bergilir.
d)   Guru dan siswa berlatih materi praktik berbicara ragam krama dan ragam ngoko yang bertema “Ing Perpustakaan” dengan teks dialog yang telah dibagikan pada pertemuan sebelumnya.
e)    Siswa maju ke depan kelas dengan pasangan dialognya.
f)    Guru dan peneliti memberi penilaian kepada siswa yang maju.
g)    Tanya jawab antara siswa dan guru mengenai pelajaran yang belum dipahami.
h)   Siklus III ini siswa lebih terfokus pada peningkatan pencapaian hasil agar lebih optimal.
i)     Peneliti dan kolaborator tetap mengamati perilaku siswa, suasana pembelajaran, serta penerapan metode role playing dalam pembelajaran bahasa Jawa.
j)     Peneliti dan kolaborator mendiskusikan hasil pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Jawa.

Observasi dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan metode role playing. Kegiatan tersebut ditulis dalam lembar pengamatan dan catatan lapangan. Ketentuan keberhasilan sama seperti siklus sebelumnya, yaitu keberhasilan proses dan keberhasilan produk. 




c. Refleksi
Tindakan siklus III ini sudah dapat terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Siswa merespon dengan semangat dan penuh perhatian. Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I dan II seperti pada aspek pilihan kata (diksi) juga sudah baik dengan mempraktikkan peran tokoh menurut dialog siswa sudah dapat menerapkan kosakata dengan baik, sedangkan  aspek sikap wajar, tenang dan tidak kaku dapat diatasi. Beberapa siswa yang tadinya malu-malu, pada siklus III ini semua siswa berani berbicara di depan kelas.

D.  Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kedungharjo 1. Sekolah ini dipilih karena keterampilan berbicara siswa kelas V  masih rendah sehingga perlu ditingkatkan dan belum pernah dijadikan lokasi penelitian tentang pembelajaran berbicara bahasa Jawa. Selain itu, sekolah tersebut memang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melaksanakan penelitian dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
E.   Subjek Penelitian dan Objek Penelitian

Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas V SD Jagir 5 dan objek penelitian ini adalah keterampilan berbicara bahasa Jawa pada siswa kelas V SDN Jagir 5 Alasan dipilihnya subjek penelitian itu karena kemampuan siswa dalam berbicara bahasa Jawa masih rendah terutama ragam krama maupun ragam ngoko. Adapun jumlah siswa kelas V SD Jagir 5.




D.  Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah obervasi, tes, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.   Observasi, digunakan untuk mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung berupa lembar observasi yang menampilkan aspek-aspek dari proses yang dialami dalam penerapan metode role playing.
2.   Tes, digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara siswa setiap siklus.
3.         Dokumentasi, berupa foto-foto kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan dari awal pembelajaran sampai dengan berakhirnya pembelajaran.
G.    Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, catatan lapangan dan lembar penilaian keterampilan berbicara. Pedoman penilaian keterampilan berbicara bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko melalui metode role playing berdasarkan faktor penunjang keefektifan berbicara. Menurut Nurgiyantoro (1995 : 307) Kriteria penilaian keefektifan berbicara dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Kriteria Penilaian Keefektifan Ketrampilan Berbicara

No
Aspek yang dinilai dalam berbicara
Kritria Penilaian
1
Ketepatan        Ucapan
(Pelafalan)
4 : Jika ucapan sudah mendekati standar, tidak terlihat adanya pengaruh bahasa Indonesia.
3 : Jika ucapan mudah dipahami, vokalisasi jelas, sedikit terdapat pengaruh bahasa Indonesia.
2  : Jika sekali-sekali timbul kesukaran untuk memahami, vokalisasi kurang jelas, sedikit terlihat adanya pengaruh bahasa Indonesia.
1  : Jika susah dipahami, vokalisasi kurang jelas, atau terlihat sekali pengaruh bahasa Indonesia.
2
Pilihan Kata (Diksi)
4  : Jika menggunakan Ragam krama dan Ragam ngoko dengan tepat.
3  : Jika kadang-kadang menggunakan Ragam krama dan Ragam ngoko kurang tepat.
2  : Jika sering menggunakan Ragam krama dan Ragam ngoko salah dan kosakatanya cukup banyak.
1  : Jika kosakatanya sangat terbatas sehingga pembicaraan jadi tersendatsendat.
3
Berbicara runtut, logis dan kreatif
4  : Apabila pembicara menguasai ketiga kriteria (berbicara runtut, logis dan kreatif) dengan baik.
3 : Apabila dua dari tiga kriteria (berbicara runtut, logis dan kreatif) tampak jelas dilakukan oleh pembicara. 2  : Jika satu dari tiga kriteria (berbicara runtut, logis dan kreatif) tampak jelas dilakukan oleh pembicara.
1  : Tiga kriteria (berbicara runtut, logis dan kreatif) sama sekali tidak ada tetapi berani berbicara.
4
Kelancaran
4  : Apabila pembicaraan lancar dan tidak terputus.


3  : Pembicaraan lancar, tetapi masih kurang ajeg.
2  : Berbicara sedikit terputus-putus dan sedikit mengucapkan bunyi [ê].
1  : Apabila berbicara sedikit terputus dan banyak mengucapkan bunyi [ê]. 
5
Kenyaringan
4  : Apabila suara keras dan dapat didengar di seluruh penjuru ruangan sehingga pembicara dapat menguasai situasi.
3  : Apabila suara keras, kurang menguasai situasi.
2  : Apabila suara keras, tetapi tidak menguasai situasi.
1  : Apabila kurang keras, sehingga tidak terdengar di seluruh penjuru ruangan.
6
Sikap wajar, tenang dan tidak kaku
4  : Jika pembicara menguasai tiga sikap (wajar, tenang, dan tidak kaku) dengan baik.
3  : Jika dua dari tiga sikap (wajar, tenang, dan tidak kaku) tampak jelas dilakukan oleh pembicara.
2  : Jika satu dari tiga sikap (wajar, tenang, dan tidak kaku) tampak jelas dilakukan oleh pembicara.
1  : Tiga sikap (wajar, tenang, dan tidak kaku) sama sekali tidak ada tetapi berani maju.



G.    Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan teknik analisis deskriptif. Teknik analisis deskriptif merupakan teknik analisis data untuk menggambarkan suatu keadaan. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat, atau hubungan antar fenomena yang diselidiki.
H.    Validitas dan Reliabilitas Data
1. Validitas
Dalam penelitian ini validitas yang akan digunakan yaitu:
a)      Validitas Demokratik
Validitas ini dicapai dengan keterlibatan seluruh subjek yang terkait dalam penelitian ini yaitu meliputi guru, siswa, peneliti, dosen pembimbing penelitian, serta kebebasan seluruh subjek untuk menyatakan pendapatnya. Jenis validitas ini dipilih terkait dengan peneliti yang berkolaborasi dengan teman sejawat, guru, dan siswa dengan menerima segala masukan pendapat atau saran dari berbagai pihak untuk mengupayakan peningkatan proses pembelajaran bahasa Jawa khususnya dalam peningkatan keerampilan berbicara siswa kelas V SDN Jagir 5 dengan menggunakan metode role playing.
b)      Validitas Proses
Validitas Proses diterapkan untuk mengukur sejauh mana kempuan siswa dalam berbicara bahasa Jawa ragam krama dan ragam ngoko dengan
menggunakan metode role playing.  Dalam proses penelitian ini,  peneliti, siswa, dan guru merupakan partisipan aktif. Data yang diperoleh berdasarkan gejala yang ditangkap dari semua peserta penelitian. Hal ini dikuatkan dengan adanya bukti catatan lapangan dan hasil penelitian yang ada dalam setiap siklus serta data-data yang telah diperoleh.
2. Reliabilitas
Reliabilitas dalam penelitian ini diwujudkan dengan penyajian data asli penelitian yang meliputi transkrip catatan lapangan, rekaman, foto penelitian, dan lembar penilaian berbicara. Kolaborasi pada penelitian ini adalah bapak Dra. Sukiyeminingsih, S.Pd selaku guru mata pelajaran termasuk pelajaran bahasa Jawa SDN Jagir 5 Kecamatan Sine




J. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini dilihat dari adanya perubahan kearah perbaikan, baik yang terkait dengan guru ataupun siswa. Dengan kata lain, keberhasilan antara lain: (1) Keberhasilan proses, yaitu keberhasilan dilihat dari perubahan sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung; dan (2) Keberhasilan prestasi (hasil), yaitu keberhasilan dilihat dari hasil rerata pada tiap-tiap siklus, baik sebelum dilakukan tindakan ataupun sesudah dilakukannya tindakan, yang berupa skor atau hasil peningkatan keterampilan berbicara bahasa Jawa siswa. Indikator keberhasilan dilihat dari perkembangan proses pembelajaran di kelas, yaitu siswa berperan aktif selama proses pembelajaran berlangsung dan guru membuat pembelajaran tersebut menjadi menyenangkan.