Tugas Kuliah Civic Education Tentang Kedudayaan Bangsa meneliti Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA)
Tugas Kuliah Civic Education Tentang Kedudayaan Bangsa meneliti Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) |
LEMBAGA KEBUDAYAAN RAKYAT (LEKRA)
Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) didirikan pada tanggal 17 Agustus 1950. Yang ditandai dengan diluncurkannya Mukadimah Lekra sebagai naskah proklamasi pendirian sebuah organisasi kebudayaan. Lekra didirikan oleh sekitar 15 orang yang menyebut dirinya peminat dan pekerja kebudayaan di Jakarta. Pengurus awal yang kemudian menjadi anggota sekretariat Lekra adalah A.S.Dharta, M.S.Ashar, dan Herman Arjuna sebagai sekretaris I, II, III. Anggota adalah Henk Ngantung, Njoto, dan Joebar Ajoeb. Lekra bertujuan mengembangkan kebudayaan nasional yang bersifat kerakyatan dalam rangka perjuangan pembebasan nasional melawan imprealisme.
Lekra meyakini bahwa “Revolusi Agustus 1945” untuk mencapai kemerdekaan dari penjajahan secara politis, ekonomi dan kultural telah gagal. Perjuangan rakyat dalam mencapai tujuan kemerdekaan itu dihambat dengan perjuangan diplomasi yang dianggap meniadakan perjuangan dan pengorbanan rakyat selama revolusi 1945. Joebaar Ayoeb dalam Kongres Pertama Lakra di Solo menyatakan, “Lekra didirikan 5 tahun setelah Revolusi Agustus, di saat revolusi tertahan oleh rintangan hebat yang berujud persetujuan KMB.Jadi, di saat garis rovolusi sedang menurun. Lekra didirikan untuk turut mencegah kemerosotan lebih lanjut garis revolusi. Karena kita sadar, tugas ini bukan hanya tugas politisi, tetapi juga tugas pekerja-pekerja kebudayaan. Lekra didirikan untuk menghimpun kekuatan yang taat dan teguh mendukung revolusi.
Dalam mempertahankan dan membangun kebudayaan rakyat, Lekra merumuskan “Konsepsi Kebudayaan Rakyat”:, sebagai landasan gerak organisasi:
Lekra meyakini bahwa “Revolusi Agustus 1945” untuk mencapai kemerdekaan dari penjajahan secara politis, ekonomi dan kultural telah gagal. Perjuangan rakyat dalam mencapai tujuan kemerdekaan itu dihambat dengan perjuangan diplomasi yang dianggap meniadakan perjuangan dan pengorbanan rakyat selama revolusi 1945. Joebaar Ayoeb dalam Kongres Pertama Lakra di Solo menyatakan, “Lekra didirikan 5 tahun setelah Revolusi Agustus, di saat revolusi tertahan oleh rintangan hebat yang berujud persetujuan KMB.Jadi, di saat garis rovolusi sedang menurun. Lekra didirikan untuk turut mencegah kemerosotan lebih lanjut garis revolusi. Karena kita sadar, tugas ini bukan hanya tugas politisi, tetapi juga tugas pekerja-pekerja kebudayaan. Lekra didirikan untuk menghimpun kekuatan yang taat dan teguh mendukung revolusi.
Dalam mempertahankan dan membangun kebudayaan rakyat, Lekra merumuskan “Konsepsi Kebudayaan Rakyat”:, sebagai landasan gerak organisasi:
a. Penjelasan tentang kebudayaan yaitu kesenian, ilmu dan industri. Ketiganya harus dikembalikan kepada rakyat agar bisa merata dinikmati bersama.
b. Demokratisasi seni, ilmu, dan industri yang dicapai dengan revolusi demokrasi rakyat. Demokrasi itu membawa rakyat kepada kebebasan secara individual dan nasional untuk berkembang.
c. Penegasan bahwa rakyat adalah kelas buruh dan tani, sebagai kekuatan utama dari perjuangan rakyat dan golongan mayoritas rakyat Indonesia.
d. Faktor-faktor yang merugikan perkembangan kebudayaan rakyat, karena itu harus ditolak: tidak adanya kesadaran kesatuan antara perjuangan buruh tani dan perjuangan kebudayaan, pengaruh kebudayaan borjuis, sampai kurang terlibatnya golongan intelektual dan pemuda dalam gerakan buruh dan tani.
e. Sikap terhadap kebudayaan asing dan kebudayaan kuno yang harus tetap kritis, dan “tidak menjiplak secara membudak” mengambil unsur-unsur yang progresif dan meneruskan tradisi yang dapat meninggikan tingkat kebudayaan Indonesia.
f. Langkah-langkah strategis organisasi dalam mewujudkan cita-citanya.
Sebagai organisasi kebudayaan, Lekra berkembang pesat dan menjadi wadah pertemuan para intelektual dan seniman dengan latar belakang yang berbeda-beda. Di organisasi ini berkumpul seniman lukis, seniman tradisional, sastrawan dan sebagainya. Walaupun tidak ada pendataan anggota, ada yang meyakini bahwa anggota Lekra sampai puluhan bahkan ratusan ribu orang. Kalau ditelusuri ke belakang, yang sangat berpengaruh kepada konsep kebudayaan Lekra adalah pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pentingnya mengakarkan dirinya ke berbagai bentuk dan kekuatan kebudayaan rakyat (Jawa, Bali, Melayu, Dayak, dll.) Indonesia sendiri.
Usaha Lekra mengangkat kebudayaan daerah bukannya tak menghadapi tantangan dari dalam tubuh organisasi itu sendiri. Sejumlah seniman yang berlatar pendidikan modern beranggapan kesenian rakyat tak bisa begitu saja dianggap sebagai karya seni yang bermutu dan layak menjadi wakil kebudayaan Indonesia. Sementara, di sisi lain, mereka yang melihat potensi luar biasa kesenian rakyat sebagai alat pembebasan, tidak terlalu memperdulikan realis tidaknya suatu karya seni.
Di samping Lekra yang dalam langkah-langkahnya sejalan dengan PKI, muncul berbagai lembaga kebudayaan yang berafiliasi pada partai-partai tertentu. Ini bisa dilihat sebagai cerminan ketidakstabilan politik Indonesia pada masa itu yang membuat para seniman dan intelektual pun merasa terancam dan perlu memiliki dukungan kekuatan politik yang berpengaruh, seperti Lesbumi (Lembaga Kebudayaan Islam) yang berafiliasi pada NU, LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional), yang berafiliasi pada Partai Nasionalis Indonesia (PNI).
Di tengah-tengah perumusan konsep kebudayaan nasional inilah pada 17 Agustus 1963 sekelompok seniman dan penulis (16 penulis, 3 pelukis, dan 1 komponis) mengumumkan sebuah Manifesto Kebudayaan. Diilhami oleh semangat Humanisme Universal yang pertama kali dinyatakan lewat Surat Kepercayaan Gelanggang, Manifesto ini menyerukan, antara lain, pentingnya keterlibatan setiap sektor dalam perjuangan kebudayaan di Indonesia.
Selanjutnya pada periode tahun awal 1960-an, setidaknya telah dirumuskan Manifes Kebudayaan , lapangan kebudayaan Indonesia disesaki oleh pertarungan dua kubu ini. Beberapa pendapat mengatakan pertarungan ini karena dua prinsip yang berbeda, yang dipegang oleh Lekra di satu sisi dan Manifes Kebudayaan di sisi lain.
Sampai tahun 1965, Lekra dan LKN adalah lembaga kebudayaan yang dominan di Indonesia. Setelah meletusnya G30S, orang-orang Lekra dan LKN ditangkap, dipenjara, dan sebagian tinggal di luar negeri. Organisasi ini dianggap Orde Baru sebagai underbouw PKI. Selanjutnya kedua organisasi itu dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh Orde Baru.
a. Mukadimah LEKRA 1950
Adalah suatu kepastian, bahwa dengan gagalnya revolusi Agustus 1945, rakyat Indonesia sekali lagi terancam oleh satu bahaya, yang bukan saja akan memperbudak kembali Rakyat Indonesia di lapangan politik, ekonomi dan militer, tetapi juga di lapangan kebudayaan.
Gagalnya revolusi Agustus 1945berarti juga gagalnya perjuangan pekerja kebudayaan untuk menghancurkan kebudayaan kolonial dan menggantinya dengan kebudayaan demokratis, dengan kebudayaan rakyat.
Gagalnya Revolusi Agustus 1945 berarti memberi kesempatan kepada kebudayaan feodal dan imperialis untuk melanjutkan usahanya, meracuni dan merusak binasakan budi pekerti dan jiwa Rakyat Indonesia. Pengalaman menunjukkan, bahwa kebudayaan feodal dan imperialis telah membuat rakyat Indonesia bodoh, menanamkan jiwa pengecut dan penakut, menyebarkan watak lemah dan rasa hina rendah, tiada kemampuan untuk berbuat dan bertindak.
Pendeknya: kebudayaan feodal dan imperialis membuat rusak binasa batin rakyat Indonesia, membuat rakyat Indonesia berjiwa dan bersemangat budak.
Masyarakat setengah jajahan sebagaimana kita alami sekarang ini, masyarakat yang dilahirkan oleh sesuatu politik kompromi dengan imperialisme sudah dengan sendirinya tidak bisa lain dari dengan membuka pintu bagi kelangsungan kebudayaan kolonial, sebagai persenyawaan antara kebudayaan feodal dan kebudayaan imperialis.
Masyarakat setengah jajahan memerlukan kebudayaan kolonial sebagai salah satu senjata kelas berkuasa untuk menindas kelas yang diperintah; kebudayaan kolonial adalah senjata dari kelas “elit” yang telah merasakan kenikmatan dan kemewahan yang dihasilkan oleh keringat dan rakyat banyak.
Maka dengan demikian proses perkembangan kebudayaan rakyat yaitu kebudayaan dari rakyat banyak yang merupakan lebih dari 90 persen dari jumlah seluruh nasion (nation) Indonesia, akan tertindas dan tertekan kemajuannya. Tetapi sebaliknya kebudayaan anti rakyat, kebudayaan anti feodal dan imperialis akan kembali merajalela lagi.
Kedudukan setengah jajahan dari tanah air Indonesia berarti pula bahwa Indonesia terseret ke dalam arus peperangan yang sedang disiapkan oleh negara-negara imperialis. Peperangan imperialis adalah rintangan yang sebesar-besarnya bagi perkembangan kebudayaan rakyat.
Maka itu kami yang bersedia menjadi pekerja kebudayaan rakyat, mempunyai kewajiban mutlak menghalau kebudayaan kolonial dan mempertahankan kebudayaan rakyat.
Untuk itu kami yang bersedia menjadi pekerja kebudayaan rakyat mempersatukan diri dan menyusun kekuatan untuk bertahan dan mengadakan perlawanan terhadap setiap usaha yang ingin mengembalikan kebudayaan kolonial, kebudayaan kuno, yang reaksioner itu.
Kami pekerja kebudayaan rakyat akan mempertahankan dan memperkuat benteng kebudayaan rakyat (Kultur Rakyat). Untuk maksud tujuan ini, maka kami menyusun diri dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) berdasarkan konsepsi kebudayaan rakyat.
b. Mukadimah LEKRA 1959
Menyadari bahwa rakyat adalah satu-satunya pencipta kebudayaan, dan bahwa pembangunan kebudayaan Indonesia baru hanya dapat dilakukan oleh rakyat, maka pada tanggal 17 Agustus 1950 didirikanlah Lembaga Kebudayaan Rakyat, disingkat dengan Lekra. Pendirian ini terjadi di tengah-tengah proses perkembangan kebudayaan, yang, sebagai hasil keseluruhan daya upaya manusia secara sadar memenuhi, setinggi-tingginya kebutuhan hidup lahir dan bathin, senantiasa maju dan tak ada putus-putusnya.
Revolusi Agustus 1945 membuktikan, bahwa pahlawan di dalam peristiwa bersejarah ini, seperti halnya di dalam seluruh sejarah bangsa kita, tiada lain adalah rakyat. Rakyat Indonesia dewasa ini adalah semua golongan yang ada dalam masyarakat yang menentang penjajahan. Revolusi Agustus adalah usaha pembebasan diri bangsa Indonesia dari penjajahan dan peperangan penjajahan serta penindasan feodal. Hanya jika panggilan sejarah Revolusi Agustus terlaksana, jika tercipta kemerdekaan dan perdamaian serta demokrasi, kebudayaan rakyat bisa berkembang bebas. Keyakinan tentang kebenaran ini menyebabkan Lekra bekerja membantu pergulatan untuk kemerdekaan tanah air dan untuk perdamaian di antara bangsa-bangsa, di mana terdapat kebebasan bagi perkembangan kepribadian berjuta rakyat.
Lekra bekerja khusus di lapangan kebudayaan, dan untuk masa ini terutama di lapangan kesenian dan ilmu. Lekra menghimpun tenaga dan kegiatan seniman-seniman, sarjana-sarjana dan pekerja kebudayaan lainnya. Lekra membantah pendapat bahwa kesenian dan ilmu bisa terlepas dari masyarakat. Lekra mengajak pekerja-pekerja kebudayaan untuk dengan sadar mengabadikan daya cipta, bakat serta keahlian mereka guna kemajuan Indonesia, kemerdekaan Indonesia, pembaharuan Indonesia.
Zaman kita dilahirkan oleh sejarah yang besar, dan sejarah bangsa kita telah melahirkan putra-putra yang baik, di lapangan kesusastraan, seni bentuk, musik maupun di lapangan-lapangan kesenian dan ilmu. Kita wajib bangga bahwa bangsa kita terdiri dari suku-suku yang masing-masing mempunyai kebudayaan yang bernilai. Keragaman bangsa kita ini menyediakan kemungkinan yang tiada terbatas untuk penciptaan yang sekaya-kayanya serta seindah-indahnya.
Lekra tidak hanya menyambut sesuatu yang baru; Lekra memberikan bantuan yang aktif untuk memenangkan setiap yang baru dan maju. Lekra membantu aktif perombakan sisa-sisa “kebudayaan” penjajahan yang mewariskan kebodohan, rasa rendah serta watak lemah pada sebagian bangsa kita. Lekra menerima dengan kritis peninggalan-peninggalan nenek moyang kita, mempelajari dengan seksama segala peninggalan-peninggalan itu, seperti halnya mempelajari dengan seksama pula hasil-hasil penciptaan klasik maupun baru dari bangsa lain yang mana pun, dan dengan ini berusaha meneruskan secara kreatif tradisi yang agung dari sejarah bangsa kita, menuju penciptaan kebudayaan baru yang nasional dan ilmiah. Lekra menganjurkan kepada anggota-anggotanya, tetapi juga pada seniman-seniman, sarjana-sarjana dan pekerja-pekerja kebudayaan lainnya di luar Lekra, untuk secara dalam mempelajari kebenaran yang hakiki dari kehidupan, dan untuk bersikap setia kepada kenyataan dan kebenaran.
Lekra menganjurkan untuk mempelajari dan memahami pertentangan-pertentangan yang berlaku di masyarakat maupun di dalam hati manusia, mempelajari dan memahami gerak perkembangannya serta hari depannya. Lekra menganjurkan pemahaman yang tepat atas kenyataan-kenyataan di dalam perkembangannya yang maju, dan menganjurkan hak ini, baik untuk cara kerja di lapangan ilmu, maupun untuk penciptaan di lapangan kesenian. Di lapangan kesenian, Lekra mendorong inisiatif yang kreatif, mendorong keberanian kreatif, dan Lekra menyetujui setiap bentuk, gaya, dan sebagainya, selama ia setia pada kebenaran dan selama ia mengusahakan keindahan artistik yang setinggi-tingginya.
Singkatnya, dengan menolak sifat anti kemanusiaan dan anti sosial dari kebudayaan bukan rakyat, dan menolak perkosaan terhadap kebenaran dan terhadap nilai-nilai keindahan, Lekra bekerja untuk membantu manusia yang memiliki segala kemampuan untuk memajukan dirinya dalam perkembangan kepribadian yang bersegi banyak dan harmonis.
Dan dalam kegiatan Lekra menggunakan cara saling bantu, saling kritik dan diskusi-diskusi persaudaraan di dalam masalah-masalah penciptaan. Lekra berpendapat, bahwa secara tegar berpihak pada rakyat dan mengabdi kepada rakyat, adalah satu-satunya jalan bagi seniman-seniman, sarjana-sarjana maupun pekerja-pekerja kebudayaan lainnya untuk mencapai hasil tahan uji dan tahan waktu. Lekra mengulurkan tangan pada organisasi-organisasi kebudayaan yang lain dari aliran atau keyakinan apapun, untuk bekerja sama dalam pengabdian ini
Usaha Lekra mengangkat kebudayaan daerah bukannya tak menghadapi tantangan dari dalam tubuh organisasi itu sendiri. Sejumlah seniman yang berlatar pendidikan modern beranggapan kesenian rakyat tak bisa begitu saja dianggap sebagai karya seni yang bermutu dan layak menjadi wakil kebudayaan Indonesia. Sementara, di sisi lain, mereka yang melihat potensi luar biasa kesenian rakyat sebagai alat pembebasan, tidak terlalu memperdulikan realis tidaknya suatu karya seni.
Di samping Lekra yang dalam langkah-langkahnya sejalan dengan PKI, muncul berbagai lembaga kebudayaan yang berafiliasi pada partai-partai tertentu. Ini bisa dilihat sebagai cerminan ketidakstabilan politik Indonesia pada masa itu yang membuat para seniman dan intelektual pun merasa terancam dan perlu memiliki dukungan kekuatan politik yang berpengaruh, seperti Lesbumi (Lembaga Kebudayaan Islam) yang berafiliasi pada NU, LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional), yang berafiliasi pada Partai Nasionalis Indonesia (PNI).
Di tengah-tengah perumusan konsep kebudayaan nasional inilah pada 17 Agustus 1963 sekelompok seniman dan penulis (16 penulis, 3 pelukis, dan 1 komponis) mengumumkan sebuah Manifesto Kebudayaan. Diilhami oleh semangat Humanisme Universal yang pertama kali dinyatakan lewat Surat Kepercayaan Gelanggang, Manifesto ini menyerukan, antara lain, pentingnya keterlibatan setiap sektor dalam perjuangan kebudayaan di Indonesia.
Selanjutnya pada periode tahun awal 1960-an, setidaknya telah dirumuskan Manifes Kebudayaan , lapangan kebudayaan Indonesia disesaki oleh pertarungan dua kubu ini. Beberapa pendapat mengatakan pertarungan ini karena dua prinsip yang berbeda, yang dipegang oleh Lekra di satu sisi dan Manifes Kebudayaan di sisi lain.
Sampai tahun 1965, Lekra dan LKN adalah lembaga kebudayaan yang dominan di Indonesia. Setelah meletusnya G30S, orang-orang Lekra dan LKN ditangkap, dipenjara, dan sebagian tinggal di luar negeri. Organisasi ini dianggap Orde Baru sebagai underbouw PKI. Selanjutnya kedua organisasi itu dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh Orde Baru.
a. Mukadimah LEKRA 1950
Adalah suatu kepastian, bahwa dengan gagalnya revolusi Agustus 1945, rakyat Indonesia sekali lagi terancam oleh satu bahaya, yang bukan saja akan memperbudak kembali Rakyat Indonesia di lapangan politik, ekonomi dan militer, tetapi juga di lapangan kebudayaan.
Gagalnya revolusi Agustus 1945berarti juga gagalnya perjuangan pekerja kebudayaan untuk menghancurkan kebudayaan kolonial dan menggantinya dengan kebudayaan demokratis, dengan kebudayaan rakyat.
Gagalnya Revolusi Agustus 1945 berarti memberi kesempatan kepada kebudayaan feodal dan imperialis untuk melanjutkan usahanya, meracuni dan merusak binasakan budi pekerti dan jiwa Rakyat Indonesia. Pengalaman menunjukkan, bahwa kebudayaan feodal dan imperialis telah membuat rakyat Indonesia bodoh, menanamkan jiwa pengecut dan penakut, menyebarkan watak lemah dan rasa hina rendah, tiada kemampuan untuk berbuat dan bertindak.
Pendeknya: kebudayaan feodal dan imperialis membuat rusak binasa batin rakyat Indonesia, membuat rakyat Indonesia berjiwa dan bersemangat budak.
Masyarakat setengah jajahan sebagaimana kita alami sekarang ini, masyarakat yang dilahirkan oleh sesuatu politik kompromi dengan imperialisme sudah dengan sendirinya tidak bisa lain dari dengan membuka pintu bagi kelangsungan kebudayaan kolonial, sebagai persenyawaan antara kebudayaan feodal dan kebudayaan imperialis.
Masyarakat setengah jajahan memerlukan kebudayaan kolonial sebagai salah satu senjata kelas berkuasa untuk menindas kelas yang diperintah; kebudayaan kolonial adalah senjata dari kelas “elit” yang telah merasakan kenikmatan dan kemewahan yang dihasilkan oleh keringat dan rakyat banyak.
Maka dengan demikian proses perkembangan kebudayaan rakyat yaitu kebudayaan dari rakyat banyak yang merupakan lebih dari 90 persen dari jumlah seluruh nasion (nation) Indonesia, akan tertindas dan tertekan kemajuannya. Tetapi sebaliknya kebudayaan anti rakyat, kebudayaan anti feodal dan imperialis akan kembali merajalela lagi.
Kedudukan setengah jajahan dari tanah air Indonesia berarti pula bahwa Indonesia terseret ke dalam arus peperangan yang sedang disiapkan oleh negara-negara imperialis. Peperangan imperialis adalah rintangan yang sebesar-besarnya bagi perkembangan kebudayaan rakyat.
Maka itu kami yang bersedia menjadi pekerja kebudayaan rakyat, mempunyai kewajiban mutlak menghalau kebudayaan kolonial dan mempertahankan kebudayaan rakyat.
Untuk itu kami yang bersedia menjadi pekerja kebudayaan rakyat mempersatukan diri dan menyusun kekuatan untuk bertahan dan mengadakan perlawanan terhadap setiap usaha yang ingin mengembalikan kebudayaan kolonial, kebudayaan kuno, yang reaksioner itu.
Kami pekerja kebudayaan rakyat akan mempertahankan dan memperkuat benteng kebudayaan rakyat (Kultur Rakyat). Untuk maksud tujuan ini, maka kami menyusun diri dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) berdasarkan konsepsi kebudayaan rakyat.
b. Mukadimah LEKRA 1959
Menyadari bahwa rakyat adalah satu-satunya pencipta kebudayaan, dan bahwa pembangunan kebudayaan Indonesia baru hanya dapat dilakukan oleh rakyat, maka pada tanggal 17 Agustus 1950 didirikanlah Lembaga Kebudayaan Rakyat, disingkat dengan Lekra. Pendirian ini terjadi di tengah-tengah proses perkembangan kebudayaan, yang, sebagai hasil keseluruhan daya upaya manusia secara sadar memenuhi, setinggi-tingginya kebutuhan hidup lahir dan bathin, senantiasa maju dan tak ada putus-putusnya.
Revolusi Agustus 1945 membuktikan, bahwa pahlawan di dalam peristiwa bersejarah ini, seperti halnya di dalam seluruh sejarah bangsa kita, tiada lain adalah rakyat. Rakyat Indonesia dewasa ini adalah semua golongan yang ada dalam masyarakat yang menentang penjajahan. Revolusi Agustus adalah usaha pembebasan diri bangsa Indonesia dari penjajahan dan peperangan penjajahan serta penindasan feodal. Hanya jika panggilan sejarah Revolusi Agustus terlaksana, jika tercipta kemerdekaan dan perdamaian serta demokrasi, kebudayaan rakyat bisa berkembang bebas. Keyakinan tentang kebenaran ini menyebabkan Lekra bekerja membantu pergulatan untuk kemerdekaan tanah air dan untuk perdamaian di antara bangsa-bangsa, di mana terdapat kebebasan bagi perkembangan kepribadian berjuta rakyat.
Lekra bekerja khusus di lapangan kebudayaan, dan untuk masa ini terutama di lapangan kesenian dan ilmu. Lekra menghimpun tenaga dan kegiatan seniman-seniman, sarjana-sarjana dan pekerja kebudayaan lainnya. Lekra membantah pendapat bahwa kesenian dan ilmu bisa terlepas dari masyarakat. Lekra mengajak pekerja-pekerja kebudayaan untuk dengan sadar mengabadikan daya cipta, bakat serta keahlian mereka guna kemajuan Indonesia, kemerdekaan Indonesia, pembaharuan Indonesia.
Zaman kita dilahirkan oleh sejarah yang besar, dan sejarah bangsa kita telah melahirkan putra-putra yang baik, di lapangan kesusastraan, seni bentuk, musik maupun di lapangan-lapangan kesenian dan ilmu. Kita wajib bangga bahwa bangsa kita terdiri dari suku-suku yang masing-masing mempunyai kebudayaan yang bernilai. Keragaman bangsa kita ini menyediakan kemungkinan yang tiada terbatas untuk penciptaan yang sekaya-kayanya serta seindah-indahnya.
Lekra tidak hanya menyambut sesuatu yang baru; Lekra memberikan bantuan yang aktif untuk memenangkan setiap yang baru dan maju. Lekra membantu aktif perombakan sisa-sisa “kebudayaan” penjajahan yang mewariskan kebodohan, rasa rendah serta watak lemah pada sebagian bangsa kita. Lekra menerima dengan kritis peninggalan-peninggalan nenek moyang kita, mempelajari dengan seksama segala peninggalan-peninggalan itu, seperti halnya mempelajari dengan seksama pula hasil-hasil penciptaan klasik maupun baru dari bangsa lain yang mana pun, dan dengan ini berusaha meneruskan secara kreatif tradisi yang agung dari sejarah bangsa kita, menuju penciptaan kebudayaan baru yang nasional dan ilmiah. Lekra menganjurkan kepada anggota-anggotanya, tetapi juga pada seniman-seniman, sarjana-sarjana dan pekerja-pekerja kebudayaan lainnya di luar Lekra, untuk secara dalam mempelajari kebenaran yang hakiki dari kehidupan, dan untuk bersikap setia kepada kenyataan dan kebenaran.
Lekra menganjurkan untuk mempelajari dan memahami pertentangan-pertentangan yang berlaku di masyarakat maupun di dalam hati manusia, mempelajari dan memahami gerak perkembangannya serta hari depannya. Lekra menganjurkan pemahaman yang tepat atas kenyataan-kenyataan di dalam perkembangannya yang maju, dan menganjurkan hak ini, baik untuk cara kerja di lapangan ilmu, maupun untuk penciptaan di lapangan kesenian. Di lapangan kesenian, Lekra mendorong inisiatif yang kreatif, mendorong keberanian kreatif, dan Lekra menyetujui setiap bentuk, gaya, dan sebagainya, selama ia setia pada kebenaran dan selama ia mengusahakan keindahan artistik yang setinggi-tingginya.
Singkatnya, dengan menolak sifat anti kemanusiaan dan anti sosial dari kebudayaan bukan rakyat, dan menolak perkosaan terhadap kebenaran dan terhadap nilai-nilai keindahan, Lekra bekerja untuk membantu manusia yang memiliki segala kemampuan untuk memajukan dirinya dalam perkembangan kepribadian yang bersegi banyak dan harmonis.
Dan dalam kegiatan Lekra menggunakan cara saling bantu, saling kritik dan diskusi-diskusi persaudaraan di dalam masalah-masalah penciptaan. Lekra berpendapat, bahwa secara tegar berpihak pada rakyat dan mengabdi kepada rakyat, adalah satu-satunya jalan bagi seniman-seniman, sarjana-sarjana maupun pekerja-pekerja kebudayaan lainnya untuk mencapai hasil tahan uji dan tahan waktu. Lekra mengulurkan tangan pada organisasi-organisasi kebudayaan yang lain dari aliran atau keyakinan apapun, untuk bekerja sama dalam pengabdian ini
INDONESIA PADA MASA ERA REFORMASI
Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum,sosial dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Gerakan Reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut
1. Pengertian dan Agenda sistem pemerintahan Reformasi Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan perikehidupan baru dan secara hukum menuju kearah perbaikan. Reformasi merupakan formulasi menuju indonesia baru dengan tatanan baru. Tatanan gerakan reformasi pada mulanya disuarakan dari kalangan kampus yaitu Mahasiswa, dosen maupun rektor. Situasi politik dan ekonomi indonesia yang demikian terpuruk mendorong kalangan kampus tidak hanya bersuara melalui mimbar bibas di kampus, namun akhirnya mendorong mahasiswa turun ke jalan.
2. Latar belakang lahirnya masa pemerintahan Reformasi Krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi indonesia melemah. Keadaan memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa orde baru, orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya. Terjadi krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup sehingga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan angka pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan. KKN semakin merajalela, ketidakadilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter dan tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta memunculkan demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
3. Munculnya Gerakan Reformasi Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, tujuan lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan perikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mempengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi dan hukum. Pemerintahan orde baru dipimpin presiden Soeharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, yaitu: a. Krisis Politik Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan presiden Soeharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan orde baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari,oleh dan untuk penguasa. Pada masa orde baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.
Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, yaitu:
1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indinesia)
2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
3. Terjadinya Korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwifungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara sipil untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan
5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas.
Meskipun Soeharto dipilih menjadi presiden melalui sidang umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis. b. Krisis Hukum Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif). Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia tenggara sejak juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2,575.00 menjadi 2,603.00 per dollar Amerika serikat. Pada bulan desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp. 5,000.00 per dollar. Bahkan pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp. 16,000.00 per dollar. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti; Hutang luar negeri indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi, krisis sosial krisis politik, hukum dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan dibeberapa daerah. Ketimpangan perekonomian indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial,krisis kepercayaan,krisis multidimensional yang melanda bangsa indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. Kronologi peristiwa reformasi secara garis besar, kronologi gerakan reformasi yaitu sebagai berikut:
1. Sidang Umum MPR (maret 1998) memilih Soeharto dan B.J Habibie sebagai presiden dan wakil presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Soeharto membentuk dan melantik kabinet Pembangunan VII.
2. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN dan mundurnya Soeharto dari kursi Kepresidenan.
3. Pada tanggal 12 mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa universitas Trisakti jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (elang mulia lesmana, Hery Hartanto, Hafdhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran.
4. Pada tanggal 13-14 mei 1998, di jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat menalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar.
5. Pada tanggal 19 mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di jakarta dan sekitarnya menduduki DPR dan MPR pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia berkumpul di alun-alun utara keraton yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, guna mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwana X dan Sri Paku Alam VII.
6. Pada tanggal 19 mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi anjuran agar presiden Soeharto mengundurkan diri.
7. Pada tanggal 20 mei 1998, presiden soeharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto.
8. Pada tanggal 21 mei 1998, pukul 10.00 di istana negara, presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden RI dihadapan ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Soeharto menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.j.Habibie sebagai presiden RI. Pada waktu itu juga B.J habibie dilantik menjadi presiden RI oleh ketua MA. Beberapa sebab lahirnya gerakan reformasi adalah krisis moneter,ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, dan kepercayaan terhadap pemerintahan soeharto.
Nilai tukar rupiah terus merosot. Para investor banyak yang menarik investasinya. Inflasi mencapai titik tertinggi dan pertumbuhan ekonomi mencapai titik terendah selama pemerintahan orde baru. Kehidupan politik hanya kepentingan para penguasa. Hukum dan lembaga peradilan tidak dapat menjalankan fungsi dan peranannya. Pengangguran dan kemiskinan terus meningkat. Nilai-nilai budaya bangsa yang luhur tidak dapat dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara telah sampai pada titik yang paling kritis. Oleh karena itu, krisis kehidupan masyarakat indonesia sering disebut sebagai krisisi multidimensional. Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakn oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 mei 1998. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
1. Adili soeharto dan kroni-kroninya
2. Laksanakan Amandemen UUD 1945
3. Penghapusan Dwifungsi ABRI
4. Pelaksanaan Otonomi daerah seluas-luasnya
5. Tegakkan Supersemar Hukum
6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN
Setelah peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 mei 1998, seluruh lapisan masyarakat indonesia berduka dan marah, akibatnya, tragedi ini diikuti dengan peristiwa anarkis di ibukota dan di beberapa kota lainnya pada tanggal 13-14 mei 1998, yang menimbulkan banyak korban baik jiwa maupun material. Semua peristiwa tersebut makin meyakinkan mahasiswa untuk menguatkan tuntutan pengunduran Soeharto dari kursi kepresidenan. Pilihan aksi yang kemudian dipilih oleh kebanyakan kelompok massa mahasiswa untuk mendorong turunnya Soeharto mengerucut pada aksi pendudukan gedung DPR/MPR. Pendudukan Gedung DPR/MPR RI adalah peristiwa monumental dalam proses pelengseran Soeharto dari tampuk kekuasaan presiden dan tuntutan reformasi. Dalam peristiwa ini, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung DPR/MPR untuk mendesak Soeharto mundur.
Sistematika Pelaksanaan UU 1945 pada masa Orde Reformasi Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi dengan berdasarkan kepada pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/ perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu memelihara persatuan indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Reformasi telah banyak memberi ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena dianggap menyimpang dari garis Reformasi.
Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila pada masa orde Reformasi:
1. Mengutamakan musyawarah mufakat
2. Mengutamakan Kepentingan masyarakat, bangsa dan negara
3. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
4. Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
5. Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah
6. Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur
7. Keputusan dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
8. Penegakan kedaulatan rakyat dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat.
9. Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif
10. Penghormatan kepada beragam asas, ciri dan aspirasi dan program parpol yang memiliki partai
11. Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia
Sistem pemerintahan Pada masa Orde Reformasi Sistem pemerintahan masa orde baru reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan sebagai bersikut:
a. Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUD 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang memungkinkan multipartai
b. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta tanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX/MPR/1998 yang ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak pidana korupsi
c. Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang tahunan dengan menuntut adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara, UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam sidang istimewanya.
d. Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung rakyat adalah Susilo Bambang Yodoyono dan yoesuf kalla, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga yang kedudukannya sama dengan presiden, MA, BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan menurut UUD. Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sistem pemerintahan presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.
Beberapa kebijakan yang dikeluarkan B.J. Habibie untuk mewujudkan Tujuan dari Reformasi
a. Kebijakan dalam bidang politik Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa orde baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut yaitu: · UU No. 2 tahun 1999 tentang partai politik · UU No. 3 tahun 1999 tentang pemilihan umum · UU No. 4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR
b. Kebijakan dalam bidang ekonomi Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU no 5 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
c. Kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan pers Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Disamping kebebasan dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan cara menyederhanakan Permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan (SIUP)
d. Pelaksanaan Pemilu Pada masa pemerintahan B.J Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Dalam pemerintahan B.J Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur. B.J Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Masa Reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
a. Keluarnya ketetapan MPR RI No X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi
b. Ketetapan No VII/MPR/1998 tentang pencabutan Tap MPR tentang Referendum
c. Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN
d. Tap MPR RI No XII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden RI
e. Amandemen UUD 1945 sudah sampai Amandemen I,II,III,IV