Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Maslahah Mursalah




Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah


A. Pengertian Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah menurut lughat terdiri atas dua kata, yaitu maslahah dan mursalah.Perpaduan dua kata menjadi “marsalah mursalah“yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu hukum islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (bermanfaat). Sedangkan menurut ahli ushul fiqh adalah menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya atau tidak ada ijma’nya, dengan berdasar pada kemaslahatan semata ( yang oleh syara’tidak dijelaskan dibolehkan atau dilarang) atau bila juga sebagi menberikan hukum syara’ kepada suatu kasus yang tidak ada dalam nas atau ijma’ atas dasar meelihara kemaslahatan.

Pandangan terhadap Maslahah tebagi menjadi dua bagian, yaitu pandangan maslahah menurut kaum sosialis materialis serta pandanganya menurut syara’(hakikat syara’), dalam pembahasan pertama al Syatiby mengatakan: “ maslahah ditinjau dari segi artinya adalah segala sesuatu yang menguatkan keberlangsungan dan Menyerpurnakan kehidupan manusia, serta memenuhi segala keinginan rasio dan syahwatnya secara mutlak . Sedangkan menurut arti secara Syara’ (hakikat) adalah segala sesuatu yang menguatkan kehidupan di dunia tidak dengan cara merusaknya serta mampu menuai hasil dan beruntung di akhirat, dalam hal ini al Syatiby mengatakan, “ menarik kemaslahatan dan membuang hal-hal yang merusak bisa juga disebut dengan melaksanakan kehidupan di dunia untuk kehidupan di akhirat”. sedangkan menurut al Ghozali maslahah adalah: “memelihara tujuan daripada syari’at”. sedangkan tujuan syara’ meliputi lima dasar pokok, yaitu:
 1. melindungi agama (hifdu al diin),
 2. melindungi jiwa (hifdu al nafs),
 3. melindungi akal (hifdu al aql),
 4. melindungi kelestarian manusia (hifdu al nasl),
 5. melindungi harta benda (hifdu al mal).
Bukan hal yang diragukan lagi bahwa lafad al-Maslahah dan al-Mafsadah adalah berupa bentuk yang masih umum, yang menurut kesepakatan ulama’ adalah mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan dunia dan akhirat, al-Syatibi menyatakan “bahwa tujuan dari diturunkanya Syari’at adalah untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat secara bersamaan.”.

Perlu kita tahuhui bahwa kemaslahatah akhirat adalah hal yang paling penting dalam pandangan Islam, yaitu tercapainya keridhoan dari Allah yang maha pemurah di akhirat nanti, karena dalam pandangan islam hidup tidak hanya berhenti pada kehidupan di Dunia saja, dengan kata lain bahwa kerhidhoan Allah di akhirat tidak bisa terlepas dengan keridhoanNya di dunia dan bagaimana seseorang menentukan sikapnya di dunia.

Ditinjau dari materinya, para ulama ushul fikh membagi maslahah menjadi dua :
1. maslahah al ammah adalah kemaslahatan umum yang menyangkut kepentingan orang banyak. Kemaslahatan umum ini tidak berarti untuk kepentingan semua orang, tetapi bisa berbentuk kepentingan mayoritas umat. Misalnya ulama memperbolehkan membunuh penyebar bid’ah yang dapat merusak akidah umat, karena menyangkut kepentingan orang banyak.

2. Maslahah khashsah adalah kemaslahatan pribadi. Maslahah khashsah ini sering terjadi dalam kehidupan kita seperti kemaslahatan yang berkaitan dengan pemutusan hubungan perkawinan seseorang yang dinyatakan hilang.



Dan dilihat dari segi keberadaan Maslahat itu sendiri, syariat membaginya atas tiga bentuk yaitu:
1.  Maslahah muktabarah, yaitu kemaslahatan yang didukung oleh syariat. Maksudnya, ada dalil khusus yang menjadi bentuk dan jenis kemaslahatan tersebut. Dalam kasus peminum khamer misalnya, hukuman atas orang yang meminum minuman keras dalam hadis Nabi dipahami secara berlainan oleh para ulama fikh, disebabkan perbedaan alat pemukul yang digunakan oleh Rasulullah SAW. maslahah menjaga agama, nyawa, keturunan (juga maruah), akal dan nyawa. Syarak telah mensyariatkan jihad untuk menjaga agama, qisas untuk menjaga nyawa, hukuman hudud kepada penzina dan penuduh untuk menjaga keturunan (dan juga maruah), hukuman sebatan kepada peminum arak untuk menjaga akal, dan hukuman potong tangan ke atas pencuri untuk menjaga harta.
2. Kedua, Maslahah mulghah, yaitu kemaslahatan yang ditolak karena bertentangan dengan hukum syara’. Ini bukanlah maslahah yang benar, bahkan hanya disangka sebagai maslahah atau ia adalah maslahah yang kecil yang menghalang maslahah yang lebih besar daripadanya. Misalnya, kemaslahatan harta riba untuk menambah kakayaan, kemaslahatan minum khomr untuk menghilangkan stress, maslahah orang-orang penakut yang tidak mau berjihad, dan sebagainya.
3. Ketiga, Maslahah al-mursalah, yaitu kemaslahatan yang tidak didukung oleh dalil syariat atau nash secara rinci, namun ia mendapat dukungan kuat dari makna implisit sejumlah nash yang ada. Jadi, maslahah ini adalah satu keadaan di mana tiada dalil khas daripada Syara’ yang mengi’tibarkannya dan tidak ada hukum yang telah dinashkan oleh Syara’ yang menyerupainya, yang mana boleh dihubungkan hukumnya melalui dalil Qiyas. Tetapi pada perkara tersebut terdapat satu sifat yang munasabah untuk diletakkan hukum tertentu kepadanya kerana ia mendatangkan maslahah atau menolak mafsadah.

Contoh bagi maslahah ini adalah yang telah dibincangkan oleh ulama’ ialah seperti membukukan al-Qur’an, hukum qisas terhadap satu kumpulan yang membunuh seorang dan menulis buku-buku agama.




B. Kehujjahan Maslahah Mursalah
Jumhur ulama menetapkan bahwa maslahah mursalah itu adalah sebagai dalil syara’ yang dapat digunakan untuk menetapkan suatu hukum berdasarkan alas an sebagai berikut:
a. Kemaslahatan manusia iti berkembang dan bertambah terus, mengikuti perkembangan kebutuhan manusia. Seandainya kemaslahatan ini hanya mempedomani kepada kemaslahatan yang terdapat pada nash saja maka ada kemungkinan pada periode tertentu akan mengalami kekosongan hukum, dan dengan demikian hukum islam tidak dapat mengikuti perkembangan kemaslahatan manusia. Padahal tujuan hukum islam ialah untuk menciptakan kemaslahatan manusia pada semua tempat dan waktu.
b.  Menurut penelitian bahwa hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang diproduksi oleh para sahabat, tabi’in dan imam-imam mujtahid adalah untuk mewujudkan kemaslahatan bersama. Kalau sesudah periode itu tidak ada lagi produk kemaslahatan maka keadaan ummat setelah periode ini akan menemui kesulitan dalam menghadapi kehidupan.

C. Syarat-syarat Berhujjah dengan Maslahah Mursalah
Untuk menjadikan maslahah mursalah sebagai hujjah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.  Kemaslahatan tidak boleh bertentangan dengan dasar-dasar yang telah digariskan oleh nash atau ijma’.
2.  kemaslahatan tersebut harus menyakinkan dalam arti harus ada pembahasan dan penilitian yang rasional serta mendalam sehingga kita yakin memberikan manfaat atau menolak kemudharatan.
3.  kemaslahatan itu bersifat umum, bukan kemaslahatan yang khusus untuk seseorang. Kemaslahatan ini harus dapat dimanfaatkan oleh orang banyak dan pelaksanaan tidak menimbulkan kesulitan yan tidak wajar.