Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning Model)

Cooperative learning merupakan metode pembelajaran yang membantu peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat. Sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan belajar.

Menurut Sanjaya (2006:12), Cooperative Learning adalah:
“Model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (Heterogen).”

“Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen”
(http:massopa. WordPress. Pembelajaran kooperatif).

Sedangkan menurut Sthal (Solihatin dan Raharjo, 2007:5), “Model pembelajaran cooperative learning  menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar”.


Merujuk pada pernyataan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada hakekatnya model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran di mana siswa dapat belajar, bekerja sama dan berinteraksi dengan sesama siswa, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal.



Unsur-unsur Pembelajaran Cooperative Learning
Menurut Sanjaya (2006:214) terdapat empat unsur pembelajaran kooperatif harus diterapkan yaitu sebagai berikut:
1.  Saling ketergantungan positif
Tiap siswa tergantung pada anggota lainnya karena tiap siswa mendapat materi yang berbeda atau tugas yang berbeda, oleh karena itu siswa satu dengan lainnya saling membutuhkan karena jika ada siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas tersebut maka tugas kelompoknya tidak dapat diselesaikan

2.  Tanggung jawab perseorangan
Karena tiap siswa mendapat tugas yang berbeda secara otomatis siswa tersebut harus mempunyai tanggung jawab untuk mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda sesuai dengan  kemampuannya yang dimiliki setiap individu. Oleh karena itu jika ada siswa yang tidak mampu mengerjakan tugas tersebut, maka tugas kelompok tersebut tidak terselesaikan.

3.  Interaksi tatap muka
Adanya tatap muka, maka siswa yang memiliki kemampuan harus dibantu oleh siswa yang lebih mampu mengerjakan tugas individu dalam kelompok tersebut, agar tugas kelompoknya dapat terselesaikan.

4. Partisipasi dan komunikasi

Unsur yang terakhir ini adalah aplikasi dari tiga unsur di atas, yaitu partisipasi dan komunikasi. Dual hal tersebut adalah hal terpenting karena jika dalam kelompok dapat terlaksana dengan baik maka  siswa tersebut dapat bersosialisasi di masyarakat.



Menurut Sanjaya (2006:210) Prosedur cooperative learning pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:
1.  Penjelasan materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok
2.  Belajar dalam kelompok
Pengelompokkan dalam cooperative learning bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya.
3.  Penilaian
Penilaian dalam cooperative learning bisa dilakukan dengan tes atau kuis.
4.  Pengakuan tim

Adalah penetapan tim yang dianggap penting menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.




Pengelolaan Kelas Cooperative Learning
Para siswa harus mempunyai minat untuk bekerja sama. Model  pembelajaran cooperative learning  ini bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerjasama dan berinteraksi dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model cooperative learning, yaitu pengelompokkan semangat cooperative learning, dan penataan ruang kelas.
1.  Pengelompokkan
Pengelompokkan  adalah praktik memasukkan beberapa siswa dengan kemampuan yang setara dalam kelompok yang sama.
Namun, pengelompokkan dengan orang lain yang sepadan dan serupa ini bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompok untuk memperluas wawasan dan memperkaya diri, karena dalam kelompok homogen tidak terdapat banyak perbedaan yang bisa mengasah proses berfikir, bernegosiasi, berargumentasi dan berkembang.
Pengelompokkan heterogenitas (keanekaragaman) merupakan ciri yang menonjol dalam pembelajaran cooperative learning.
2.  Semangat Gotong Royong
Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran gotong-royong, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat gotong royong. Semangat ini dirasakan dengan membina niat siswa dalam bekerjasama dengan siswa lainnya.
3.  Penataan ruang Kelas

Penataan ruang kelas sangat dipengaruhi oleh falsafah dan metode pembelajaran yang dipakai di kelas. Dalam model pembelajaran kooperatif siswa akan dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, agar kelompok yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi dengan baik maka penataan bangku perlu diperhatikan dengan benar.



Model Evaluasi Belajar Cooperative Learning
Dalam model pembelajaran cooperative learning terdapat tiga model evaluasi, ketiga model  evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:
1.  Model Evaluasi Kompetisi
Pada sistem peringkat jelas menanamkan jiwa kompetitif, karena sejak masa awal pendidikan formal, siswa dipacu agar bisa menjadi lebih baik dari teman-teman sekelas, sehingga siswa yang jauh melebihi kebanyakan siswa yang dianggap berprestasi, yang kemampuannya berada di bawah rata-rata kelas dianggap gagal atau tidak berprestasi.
2.  Model Evaluasi Individual
Dalam sistem ini, sistem siswa belajar dengan pendekatan dan kecepatan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Anak didik tak bersaing dengan siapa-siapa, kecuali bersaing dengan diri mereka sendiri. Teman-teman satu kelas dianggap tidak ada karena jarang interaksi antar siswa di kelas.
Berbeda dengan sistem penilaian peringkat, dalam penyajian individual guru menetapkan standar untuk setiap murid.
3.  Model Evaluasi Cooperative Learning

Sistem ini menganut pemahaman  homohomini soclus. Falsafah ini menekankan saling ketergantungan antar makhluk hidup. Kerjasama  merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama, tak ada individu, keluarga, organisasi, atau masyarakat. Tanpa kerjasama, keseimbangan lingkungan hidup akan terancam punah. Prosedur sistem penilaian  Cooperative Learning   diantaranya adalah tanggung jawab pribadi dan kelompok. Jadi siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok.